2.1 Hakikat Pendidikan dan Pendidikan
Karakter
Pendidikan Menurut John Dewey adalah proses pembentukan kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua
dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut
dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan.
Pendidikan karakter, alih-alih disebut pendidikan budi pekerti,
sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam
tindakan nyata. Menurut Simon Philip dalam Buku Refleksi Karakter Bangsa
(2008:235), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem
yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sementara itu,
Koesoema A (2007:80) menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau
karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa
kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Prof. Suyanto Ph.D menyatakan
bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama , baik dalam lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Karakter diambil dari bahasa Yunani yang berarti ‘to
mark’(menandai). Istilah Pertama, ia menunjukkan bahwa seseorang
bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus,
tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila
seseorang berperilaku jujur, suka
menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua,
istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personslity’. Seseorang baru
bisa disebut ‘orang yang berkarakter’ (a person of character)
apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Dari berbagai pendapat diatas disimpulkan oleh Muslich Mansur
(2011:71) bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi
positif, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang yang mempunyai
kualitas moral (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan adalah membangun
karakter, yang secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola
perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau
yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk.
2.1 Dampak
pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik
Hasil studi dari Dr. Marvin Berkowit dari University of
Missouri-St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa dalam meraih
prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan
karakter.Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan
karakter menunjukkan adanya penurunan drastis perilaku negatif siswa yang dapat
menghambat keberhasialn akademik.
Menurut pendapat Daniel Goleman, keberhasilan seseoarang di
masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20
persen ditentukan oleh kecerdasan otak. Anak-anak yang mempunyai masalah dengan
kecerdasan emosinya, akan mengalami kesuliatan dalam belajar, bergaul, dan
tidak dapat mengontril emosinya. Anak anak yang bermasalah ini dapat dilihat
sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia
dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran,
narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak
pendidikan dasar diantaranya adalah: Amerika Serikat, Korea, Jepang, dan Cina.
Hasil penelitian dari negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi
pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada
pencapaian akademis. Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter
ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menetapkannya, agar
nantinya dapat melahirkan generaasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter
sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Karakter sesorang sangat berhubungan dengan etikanya. Menurut Franz
von Magnis (1975:13) etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang yang
mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan yang buruk. Bidang itulah yang
kita sebut bidang moral. Maka etika didefinisikan sebagai filsafat tentang
bidang moral. Dari semua cabang bidang filsafat lain etika dibedakan oleh
karena tidak mempersoalkan keadaan manusia melainkan bagaimana ia harus
bertindak. Etika adalah filsafat tentang praxis manusia.
Dalam hubungannya dengan pendidikan karakter, etika merupakan hal
yang sangat dibutuhkan karena etika sangat berpengaruh dengan tingkah laku
seseorang. Tanpa adanya etika yang baik, pendidikan karakter tidak akan terlaksana karena modal awal untuk
melaksanakan pendidikan karakter adalah etika. Pencapaian pendidikan karakter
akan lebih mudah apabila etika sudah di tanamkan oleh orangtua sejak lahir.
Etika dalam konteks ini adalah etika baik yang selalu memberi manfaat pada diri
sendiri dan orang lain.